Kisah Sahabat Nabi, Qa’is Bin Sa’d Bin Ubadah Ra
Kisah ini menceritakan tentang seorang sahabat bernama Qa’is bin Sa’d bin Ubadah. Ia adalah seorang pemuda Anshar putra dari seorang sahabat dan pemuka kaum Khazraj. Ayahnya, Sa’d bin Ubadah bin Dulaim telah memeluk Islam pada Ba’iatul Aqabah kedua.
Menjadi Ajudan Nabi Muhammad ﷺ
Ketika Nabi ﷺ telah tinggal di Madinah, Sa’d membawa anaknya Qa’is kepada beliau untuk memeluk Islam. Kemudian ia berkata, “Ini adalah khadam (pelayan) anda, Ya Rasulullah!!”
Beliau memandanginya cukup lama, kemudian merangkul dan mendekatkannya pada beliau. Setelah itu ia selalu mendapat tempat yang dekat dengan Rasulullah. Anas bin Malik, seorang sahabat yang juga diserahkan ibunya, Ummu Sulaim untuk menjadi pelayan Rasulullah ﷺ. Ia berkata mengenai kedekatan Qa’is tersebut, “Kedudukan Qa’is bin Sa’d di sisi Nabi ﷺ, tak ubahnya seorang ajudan/pengawal…”
Qa’is bin Sa’d mempunyai kedudukan yang mulia di kalangan kaumnya, sebagaimana kedudukan orang tuanya. Dalam usia mudanya ia tidak seperti seorang pemuda pada umumnya. Ia telah mewarisi sifat-sifat yang mulia dari keluarganya, terutama sifat dermawan dan pemurah. Karena sifatnya ini, Abu Bakar dan Umar pernah memperbincangkannya. “Kalau kita biarkan pemuda ini dengan kedermawanan dan kepemurahannya, pastilah akan tandas (habis sama sekali) kekayaan orang tuanya….!”
Ketika pembicaraan tersebut sampai kepada Sa’d bin Ubadah, ia berkata. “Siapakah yang dapat membela/memberi hujjah diriku atas Abu Bakar dan Umar? Diajarkannya anakku bersikap kikir dengan memakai namaku…!”
Kisah kedermawanan sahabat Qa’is Bin Sa’d Bin Ubadah Ra
Pernah Qa’is memberi pinjaman kepada temannya yang sedang kesulitan dalam jumlah cukup besar. Pada hari yang mereka sepakati untuk membayar, temannya tersebut datang kepadanya untuk mengembalikan pinjamannya. Tetapi Qa’is menolaknya sambil berkata,”Kami tidak pernah menerima kembali, apa-apa yang telah kami berikan….!”
Ternyata dermawan dan pemurah merupakan sifat turun temurun dari keluarga besarnya. Qa’is sendiri sejak kecil tinggal bersama kakek buyutnya, Dulaim bin Haritsah. Kakek buyutnya ini mempunyai kebiasaan menyuruh seseorang berdiri di tempat ketinggian dan memanggil orang-orang untuk makan siang bersama mereka.
Dan di malam harinya, ia menyuruh seseorang menyalakan api sebagai petunjuk bagi musafir dan pejalan malam lainnya. Sekaligus mengundang mereka untuk makan malam di tempatnya. Sehingga saat itu sudah menjadi pembicaraan umum. “Siapa yang ingin makan lemak dan daging, silakan mampir ke perkampungan Dulaim bin Haritsah!!”
Selain dermawan dan pemurahnya, sifat yang menonjol dari Qa’is adalah kemampuan untuk berdiplomasi dan menyusun suatu strategi. Serta membuat tipu muslihat yang sangat lihai karena kecerdikannya. Sebelum Islam masuk Madinah, ia menjadi seorang yang ditakuti karena kemampuannya tersebut. Siapa saja yang berkonflik dan bermasalah dengannya, pastilah ia akan terkalahkan. Tiada suatu kesulitan dan halangan yang menghadang langkahnya, pastilah ia mampumencari jalan keluarnya.
Akhlak Qa’is Ra setelah memeluk islam.
Setelah memeluk Islam, dan mendapat pendidikan langsung dari Nabi ﷺ. Karena Orang tuanya menyerahkan Qa’is untuk menjadi pelayan Beliau. Ia membuang jauh semua kebiasaannya tersebut, walau bukan berarti ia kehilangan kecerdikannya. Tetapi kecerdikannya saat itu ia sempurnakan dengan sifat kebenaran dan kejujuran. Tidak lagi Ia arahkan untuk kemenangan, kemegahan, keuntungan dan nilai duniawiah semata-mata. Qa’is bin Sa’d pernah berkata tentang kemampuannya tersebut. “Kalau bukan karena Islam, saya sanggup membuat tipu muslihat yang tidak dapat ditandingi oleh orang Arab manapun!!”
Qa’is juga pernah berkata, “Kalau tidaklah aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda : Tipu daya dan muslihat licik itu di neraka, tentulah aku orang yang paling lihai di antara umat ini…..!”
Seperti sahabat Anas Bin Malik katakan, bahwa Qa’is ini tak ubahnya ajudan Nabi ﷺ. Maka ia tak pernah tertinggal dalam pertempuran bersama beliau, seperti halnya para sahabat beliau lainnya. Begitu juga dengan masa khalifah pengganti beliau. Sehingga pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib yang diwarnai dengan pertikaian dengan Muawiyah bin Abu Sufyan. Qa’is akhirnya memilih berpihak kepada Ali karena ia melihatnya berada di jalan kebenaran.
Kisah keberpihakan sahabat Qa’is Bin Sa’d dalam Pertikaian Ali dan Muawiyah
Khalifah Ali sempat mengangkatnya sebagai gubernur di Mesir, tetapi kemudian ia dicopot dari jabatannya tersebut karena suatu fitnah. Tidaklah menjadi masalah bahwa Ia kehilangan jabatan gubernur di Mesir. Hanya saja kemudian ia tahu bahwa fitnah yang mengenainya itu merupakan siasat dan muslihat dari Muawiyah. Sebagai pembalasan karena gagal menariknya menjadi pendukung Muawiyah dan memilih berpihak kepada Ali. Bagi Muawiyah, letak geografis Mesir yang tidak jauh dari Syam. Hal ini tentu bisa membahayakan kedudukannya kalau yang menjadi gubernurnya adalah Qa’is bin Sa’d. Seorang yang terkenal cerdik, ahli strategi dan sangat lihai dalam tipu muslihat.
Sebenarnya amat mudah bagi Qa’is jika ingin membalas muslihat Muawiyah dengan muslihat pula, tetapi ia tidak melakukannya. Ketika akhirnya pecah beberapa pertempuran, ia berdiri tegak membela Ali. Bahkan ia menjadi pembawa panji kaum Anshar yang berjuang dengan gagah berani tanpa takut mati. Perang Nahrawan, perang Jamal dan perang Shiffin semuanya ia terjuni.


Pada perang Shiffin, ia melihat dengan sangat jelasnya strategi dan muslihat Muawiyah yang cenderung menghalalkan segala cara. Karena itu ia sempat merancang strategi dan muslihat balasan yang untuk bisa membinasakan Muawiyah dan pengikut-pengikutnya. Ia berfikir bahwa semua itu Ia lakukannya untuk membela Ali yang memang berada di jalan kebenaran. Tetapi tiba-tiba saja ia teringat akan Firman Allah Surah Fathir ayat 43. “Dan tipu daya yang jahat itu akan kembali menimpa orang yang merancangnya sendiri….”
Qa’is tersentak kaget dan seketika sadar, Ia batalkan semua rencana yang telah Ia susun, kemudian ia bertobat mohon ampunan Allah. Kemudian ia berkata, “Demi Allah, seandainya Muawiyah bisa mengalahkan kita dalam peperangan ini. Kemenangannya itu bukan karena kepintarannya, tetapi hanyalah karena kesalehan dan ketakwaan kita….!”
Mari bergabung dalam komunitas pencinta pencinta siroh nabawi. Karena akan ada banyak kisah Siroh Nabi Muhammad ﷺ. Para sahabat dan Sahabiyah dan Para Ulama yang dapat kita ambil hikmahnya.