Peristiwa Sumur Ma’unah

Sekelompok  kecil  dari  kabilah  yang  bertetangga  dengan Bani Hudzail mendatangi Rasul saw dan berkata kepada beliau, “Sesungguhnya di tengah kami ada Islam. Kirimkan bersama kami beberapa orang dari sahabatmu yang akan memberikan pemahaman kepada kami tentang agama, membacakan kami al-Quran dan mengajari kami syari’at Islam.

Beliau mengutus enam orang sahabatnya untuk menemani mereka. Para utusan ini berjalan bersama, hingga tiba di sebuah sumber mata air milik Bani Hudzail di suatu lembah yang dinamakan Raji’.Tiba-tiba mereka mengkhianati para utusan Rasul dan keenam orang tersebut berteriak minta tolong kepada Bani Hudzil. Utusan kaum Muslim didatangi sekelompok laki-laki bersenjatakan pedang dan bermaksud memperdaya mereka. Secara serentak enam sahabat Rasul  menghunus  pedangnya  masing-masing,  lalu  bertempur mati-matian  untuk  mempertahankan  diri  dari  serangan  musuh, hingga  tiga  diantaranya  syahid.  Sedangkan  tiga  orang  sisanya dipaksa  menyerah. 

Bani  Hudzail  menangkap  dan  menjadikan mereka tawanan, kemudian membawanya ke Makkah untuk dijual di sana. Di tengah perjalanan menuju Makkah, salah seorang dari tiga tawanan ini yang bernama ‘Abdullah bin Thariq mengambil kesempatan  untuk  melarikan  diri  ketika  mereka  lengah.  Dia berhasil melepaskan ikatan tangannya, lalu mengambil pedangnya untuk menyerang mereka. Namun, jumlah musuh yang besar tidak memungkinkannya melawan, sehingga akhirnya mereka berhasil membunuhnya. Dua tawanan lainnya segera dibawa dan mereka menjual keduanya kepada penduduk Makkah. Salah seorang yang bernama Zaid bin Datsinah dibeli oleh Shafwan bin Umayyah untuk dibunuh  sebagai  tebusan  bapaknya  yaitu  Umayyah  bin  Khalaf. Ketika Zaid akan dibunuh, Abu Sufyan bertanya kepadanya: “Hai Zaid, aku telah mengadukanmu kepada Allah. Sekarang, apakah engkau senang jika Muhammad berada di tangan kami menggantikan tempatmu, lalu engkau memenggal lehernya dan engkau kembali kepada keluargamu?” Maka dia menjawab: “Demi Allah! Aku tidak rela Muhammad menempati  suatu  tempat  yang  akan  dihantam  jerat  yang  menyiksanya, sementara aku duduk-duduk dengan keluargaku.” Abu  Sufyan  amat terkejut  dan  berkata:  “Aku  tidak  pernah  melihat  seseorang  yang mencintai sahabatnya seperti kecintaan sahabat-sahabat Muhammad kepada Muhammad.” Kemudian Zaid pun dibunuh. Sedangkan  orang  kedua  adalah  Khubaib  yang  ditawan hingga akhirnya mereka bawa keluar untuk disalib. Khubaib berkata kepada mereka:“Jika kalian hendak menyalibku hingga aku bisa shalat dua  raka’at  terlebih  dahulu  maka  lakukanlah.” Mereka  memenuhi permintaannya hingga dia shalat dua rakaat dengan sempurna dan bagus. Kemudian dia menghadap mereka lalu berkata: “Demi Allah, ada pun seandainya kalian tidak menduga bahwa aku telah memanjangkan shalatku agar dapat mengulur waktu dari pembunuhan, sunguh aku akan memperbanyak shalat.” Mereka kemudian menyeret Khubaib dan menaikkannya di atas kayu salib. Tangan-tangan dan kaki-kaki Khubaib direntangkan

di  atas  tonggak  kayu  salib  dengan  paksa,  lalu  ujung-ujung

kedua  tangan  dan  kakinya  dipaku  dengan  kuat.  Mata  Khubaib memandang mereka dengan marah, seraya meneriakkan doa: “Ya Allah, sesungguhnya telah sampai kepada kami risalah Rasul-Mu, maka besok sampaikan kepadanya apa yang membuat kami demikian. Ya Allah, hitunglah jumlah mereka dan bunuhlah mereka dengan sekali lumat, dan janganlah Engkau biarkan hidup seorang pun dari mereka!” Mendengar teriakan  Khubaib,  mereka  menjadi  gemetar,  kemudian  mereka tetap membunuhnya.

Rasul saw amat berduka mengenang peristiwa yang menimpa enam sahabatnya, begitu juga dengan kaum Muslim. Kesedihan mereka semakin bertambah-tambah dengan adanya penghinaan Bani  Hudzail  terhadap  kaum  Muslim  dan  sikap  mereka  yang meremehkan  kaum  Muslim.  Melihat  hal  ini  Rasul  saw  berpikir keras. Di tengah perenungannya, tiba-tiba Abu Barra’ ‘Amir bin Malik datang menghadapnya. Rasul saw lalu menawarkan Islam kepadanya,  tetapi  Abu  Barra’  belum  bersedia  menerimanya. Meskipun demikian, dia tidak menampakkan permusuhan terhadap Islam.  Dia  berkata  kepada  Rasul:  “Hai  Muhammad,  jika  engkau mengirim beberapa laki-laki dari sahabatmu kepada penduduk Najd, lalu mengajak mereka menerima (dakwah)mu, engkau bisa berharap mereka akan menerimanya.”Namun,  Rasul  saw  khawatir  para  sahabatnya  mengalami

perlakuan buruk dari penduduk Najd, seperti yang dilakukan Bani Hudzail, sehingga beliau belum memenuhi permintaan Abu Barra’. Tetapi Abu Barra’ berhasil meyakinkan Rasul, karena dia bersedia mendampingi  orang-orang  yang  akan  berangkat  untuk  dakwah. Dia berkata kepada Rasul saw: “Saya akan mendampingi mereka, maka utuslah mereka agar mereka dapat mengajak manusia kepada (dakwah)mu.”

Scroll to Top